Tuesday, June 16, 2009

Kisah Ulama yang Fajir dan ‘Abid yang Jahil

Oleh : Al-Ustadz Abu Muhammad Harist
Siapa saja yang sudah mengenal al-haq tapi tidak mengamalkannya bahkan menyelisihinya, maka dia serupa dengan Yahudi. Dan siapa saja yang menginginkan kebaikan, beribadah tetapi tanpa didasari ilmu, maka dia serupa dengan Nashara. Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata:

مَنْ فَسَدَ مِنْ عُلَمَائِنَا فَفِيْهِ شَبَهٌ بِالْيَهُوْدِ، وَمَنْ فَسَدَ مِنْ عُبَّادِنَا فَفِيْهِ شَبَهٌ بِالنَّصَارَى

“Siapa yang rusak di antara ulama kita maka dia serupa dengan orang Yahudi, dan siapa yang rusak di antara ahli ibadah kita, maka dia serupa dengan orang Nashara.”

Hal itu dikarenakan orang-orang Yahudi melakukan penyelisihan (penyimpangan) sesudah datang ilmu dan keterangan pada mereka; sudah mengetahui al-haq tapi tidak mengamalkannya. Sedangkan orang-orang Nashara tersesat karena kebodohannya; mereka beramal tanpa ilmu.

Di antara bentuk kerusakan ulama adalah berakhlak dengan akhlak orang-orang Yahudi, seperti:-
1) Mentafsir (mengubah-ubah) ayat/ hadits dari makna yang sebenarnya,
2) Menyembunyikan apa-apa yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, apabila di dalamnya terdapat sesuatu yang menghalangi ambisi/tujuan mereka,
3) Dengki kepada orang yang diberi karunia oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ingin membunuhnya,-
4) Membunuh orang-orang yang selalu menganjurkan bersikap adil di antara manusia dan yang mengajak kembali kepada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka,-
5) Melakukan tipu muslihat (hilah) untuk meraih sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagai cara,-
6) Mencampuradukkan al-haq dengan kebatilan dan lain-lain.
Sedangkan kerusakan ahli ibadah seperti orang-orang Nashara– ialah dengan:-
1)Beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hawa nafsunya, bukan dengan sesuatu yang dibawa oleh Rasul-Nya ‘alaihissalam,-
2) Melampaui batas (ghuluw) terhadap para tuan guru (masyayikh) sehingga menempatkan mereka pada posisi rububiyah (memiliki sifat-sifat dan kemampuan layaknya Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti mengetahui perkara ghaib, memberi keselamatan, karunia, dan sebagainya, pen.)

Walhasil, orang yang berilmu, apabila dia melakukan penyelewengan atau penyimpangan berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya, berarti dia telah mengenal al-haq tapi menentangnya. Bisa jadi karena mengikuti hawa nafsu, atau mencari dunia, atau karena mengkhawatirkan dirinya sendiri. Sedangkan ahli-ahli ibadah yang tersesat, mereka itu tidak mengenal al-haq, mengada-adakan bid’ah lalu menambah dan mengurangi sebagian dari ajaran Allah Subhanahu wa Ta’ala.

No comments: